Keandalan Bangunan Gedung

DBMPR


Pelatihan Tenaga Ahli Konstruksi Seri – 11 DBMPR Provinsi Jabar

Keandalan Bangunan Gedung

 

Membuat bangunan gedung adalah salah satu keahlian yang harus dimiliki Tenaga Ahli Konstruksi (TAK). Bangunan merupakan hasil pekerjaan bidang konstruksi yang seluruh atau sebagiannya berada di atas dan/dalam tanah serta di atas dan/dalam air yang digunakan manusia untuk berkegiatan. Baik sebagai tempat tinggal, kegiatan keagamaan, usaha, sosial, ekonomi, budaya, dan lain lain.

SETIAP gedung harus memiliki persyaratan administrasi yang meliputi status atas tanah, bangunan dan perizinan, serta persyaratan teknis yang meliputi tata bangunan dan keandalan bangunan gedung. Keandalan bangunan gedung menjadi salah satu persyaratan teknis yang harus terpenuhi pada bangunan gedung. Adapun tata bangunan meliputi peruntukkan dan intensitas bangunan serta pengendalian dampak pada lingkungan dari bangunan yang bersangkutan. Sementara keandalan merupakan tingkat kesempurnaan kondisi bangunan dan perlengkapannya yang menjamin aspek keselamatan, kesehatan, fungsi, kemudahan, dan kenyamanan selama bangunan tersebut dipakai. Pada tata bangunan, pemenuhan persyaratan ini untuk mewujudkan bangunan yang fungsional, seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungan. Maka, peruntukkan dan intensitas bangunan harus mengacu pada Kerangka Rencana Kota/Kabupaten (KRK) yang didasarkan pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Ketentuan tata bangunan meliputi ketentuan arsitektur bangunan serta peruntukkan dan intensitas bangunan. Ketentuan arsitektur di antaranya menyesuaikan dengan kaidah estetik, bangunan sekitar, tata ruang dalam, hingga keseimbangan dan keserasian serta keselarasan bangunan gedung dengan lingkungan sekitarnya. Untuk ketentuan peruntukkan dan intensitas harus dilihat dari fungsi bangunan gedung sebagai hunian/tempat tinggal, keagamaan, usaha, sosial budaya, khusus atau fungsi campuran. Setelah fungsinya, bangunan gedung dilihat klasifikasinya berdasarkan tingkat kompleksitas, permanensi, risiko bahaya kebakaran lokasi, ketinggian, kepemilikan serta klas bangunan. Aspek kepadatan dan ketinggian bangunan harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan, keseimbangan lingkungan, keselamatan lingkungan, keserasian lingkungan serta perkembangan kawasan. Pada keandalan bangunan gedung, harus memenuhi aspek keselamatan, kesehatan, kemudahan, serta kenyamanan bangunan gedung. Dari sisi keselamatan, bangunan gedung harus memenuhi persyaratan terkait kemampuan gedung terhadap beban muatan, bahaya kebakaran serta bahaya petir dan kelistrikan. Kemampuan beban muatan ditunjukkan dengan sistem struktur, pembebanan pada struktur, material struktur dan konstruksi serta kelaikan fungsi struktur bangunan gedung. Selanjutnya, kemampuan terhadap bahaya kebakaran dilindungi dengan sistem proteksi bahaya kebakaran, melindungi pengguna dan harta benda, serta memberi waktu pengguna menyelamatkan diri. Kemudian mempertimbangkan efisiensi waktu, mutu, dan biaya pada tahap perawatan serta pemulihan setelah terjadi kebakaran dengan sistem proteksi pasif, aktif, dan manajemen kebakaran. Contoh manajemen kebakaran antara lain adanya ruang bagi akses petugas pemadam kebakaran di sekitar bangunan gedung, akses keluar masuk gedung, dan tangga darurat. Sementara menjaga dari bahaya petir dan listrik harus ada perencanaan, pemasangan, pemeriksaan serta pemeliharaan instalasi listrik. Sisi kesehatan bangunan meliputi penghawaan, pencahayaan, pengelolaan air dan sampah hingga penggunaan bahan bangunan. Penghawaan harus menjamin pergantian udara segar, menjaga kualitas udara sehat dalam ruangan dan bangunan serta menghilangkan kelembapan, bau, asap, panas, bakteri, partikel debu, dan polutan.

udara lain. Penghawaan dilakukan dengan ventilasi alami dan mekanis yang berprinsip hemat energi. Lalu, pencahayaan gedung dilakukan dengan sistem pencahayaan alami atau buatan (termasuk pencahayaan darurat). Kemudian, sistem pengelolaan air harus mempertahankan kondisi hidrologi alami memanfaatkan air hujan, infiltrasi air hujan, dan menyimpan sementara air hujan untuk menurunkan debit banjir. Sistem pengelolaan air meliputi ketentuan penyediaan air minum, pengelolaan air limbah dan air hujan pada bangunan gedung maupun persilnya. Selanjutnya pengelolaan sampah agar tidak mengganggu kesehatan penghuni bangunan atau lingkungan sekitar yang meliputi pengelolaan sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga, dan sampah spesifik. Terakhir, penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan pengguna, tidak mengandung bahan berbahaya serta tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Sementara sisi kenyamanan bangunan gedung meliputi nyaman ruang gerak, nyaman kondisi udara, nyaman pandangan dari dan ke dalam bangunan, serta nyaman terhadap tingkat getaran dan kebisingan dalam bangunan. Untuk kenyamanan ruang gerak, pertimbangan kebutuhan luas ruang gerak mencakup penyimpanan perabot, jumlah penghuni, fungsi ruang, aksesibilitas ruang serta keselamatan dan kesehatan. Lalu, kenyamanan kondisi udara harus mempertimbangkan temperatur, kelembapan relatif dalam ruang, kecepatan laju udara atau aliran pertukaran udara. Kemudian, kenyamanan pandangan dari dan ke dalam bangunan mempertimbangkan kenyamanan secara privasi dan tidak saling mengganggu satu sama lain. Terakhir, kenyamanan terhadap getaran dan kebisingan harus memperhatikan waktu paparan getaran dan kebisingan terhadap pengguna tidak melebihi batas yang ditentukan. Pada sisi kemudahan bangunan gedung mesti memenuhi prinsip desain universal, yakni kesetaraan pengguna ruang, keselamatan dan keamanan bagi semua, kemudahan akses tanpa hambatan, kemudahan atas informasi, kemandirian penggunaan ruang, efisiensi upaya pengguna serta kesesuaian ukuran dan ruang secara ergonomis. Kemudahan bangunan gedung meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan serta kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan gedung. Untuk kemudahan hubungan bangunan gedung mempertimbangkan ketersediaan hubungan horizontal antarruang atau antarbangunan serta hubungan vertikal antarlantai dalam bangunan gedung. Kemudahan hubungan ini bisa dengan adanya pintu, selasar, koridor, jalur pedestrian, jalur pemandu, jembatan penghubung antarruang atau antarbangunan. Kemudian untuk kelengkapan prasarana dan sarana harus memperhatikan jumlah, ukuran, konstruksi sarana, jarak antarruang atau antar bangunan, fungsi, luas, serta jumlah pengguna dan pengunjung bangunan gedung. Untuk bangunan gedung, semua memiliki standar teknis baku yang harus diterapkan guna menciptakan kemudahan bagi pengguna bangunan gedung. Selain sarana, kelengkapan prasarana bangunan gedung dalam pemanfaatannya meliputi ruang ibadah, ruang ganti, ruang laktasi, taman penitipan anak, toilet, bak cuci tangan, pancuran, uninoar. Kemudian ada tempat sampah, fasilitas komunikasi dan informasi, ruang tunggu, perlengkapan dan peralatan kontrol, rambu dan marka, titik pertemuan, tempat parkir, system parkir otomatis, dan sistem kamera pengawas. Jika semua bagian aspek persyaratan teknis bangunan gedung sudah memiliki keandalan dan diperiksa, maka sebuah bangunan gedung dapat menerima Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang diterbitkan pemerintah daerah atau pihak yang berwenang.

Paparan Ar. Ir. Tecky Hendrarto, M.M., M.Ars., IAI. (Wakil Ketua 3 IAI Jabar; Tim Profesi Ahli – TPA Kota Bandung; Staf Pengajar Prodi Arsitektur ITENAS) dalam Pelatihan Tenaga Ahli Konstruksi Seri – 11 DBMPR Jabar, 23-24 Juli 2024 di Hotel Arjuna Bandung.