Jangan Menunda Pekerjaan

Kita harus mempersiapkan diri dengan bekal yang dibutuhkan berdasarkan pemahaman yang benar akan tabiat dan karakter perjalanan hidup. Harapannya seperti orang asing yang sedang menempuh perjalanan panjang. Ketika ada persoalan atau kesulitan, maka kita akan mampu mengatasinya dengan baik. Bekal yang paling penting adalah bekal iman dan taqwa kepada Allah yang dapat menghimpun modal amal shalih sebanyak-banyaknya.


Waktu tak boleh dibuang percuma. Saking berharganya waktu, Allah SWT bersumpah dalam Al Quran dengan “Wal-Asri”, demi masa. Rasulullah SAW pun telah mewanti-wanti umatnya untuk senantiasa menghargai waktu dan jangan menunda-nunda sebuah pekerjaan. Sebab, manusia dibatasi oleh ajal yang bisa datang kapan pun dan dimanapun.DARI Ibnu Umar ra, dia berkata, “Rasulullah SAW pernah memegang bahuku sambil bersabda, ‘Jadilah engkau di dunia seolah-olah orang asing atau pengembara’. Ibnu Umar berkata, ‘Kalau datang waktu sore, jangan menanti waktu pagi. Kalau tiba waktu pagi, jangan menanti waktu sore. Gunakan sebaik-baiknya sehatmu untuk waktu sakitmu dan masa hidupmu untuk waktu matimu’.” (HR Bukhari)

Imam Nawawi menyebutkan hadits ini dalam rangkaian Hadits Arba’in, karena menyimpan makna dan pesan yang sangat penting bagi seorang muslim. Pesan Rasulullah SAW kepada Ibnu Umar ra ini bukan nasihat khusus, tetapi pesan umum yang berlaku bagi siapapun. Pesan ini harus dipahami sebagai arahan dan petunjuk yang akan meningkatkan kualitas dan produktivitas hidup.

Orang yang suka menunda pekerjaan atau disebut juga procrastinator selalu beranggapan masih ada hari esok untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya dapat dilaksanakan hari ini.  Mereka tidak menyadari, tidak ada jaminan bagi seseorang untuk dapat bertemu dengan hari esok.

Rasulullah SAW bersabda, ''Gunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara lainnya : gunakanlah masa mudamu sebelum masa tuamu; masa hidupmu sebelum datang kematianmu; waktu luangmu sebelum waktu sibukmu; waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu; dan waktu kaya sebelum waktu miskinmu.'' (HR Hakim)

Sabda Rasullullah SAW tersebut mengandung pesan agar kita tidak menunda pekerjaan. Sebab, menunda pekerjaan awal timbulnya permasalahan. Apalagi jika pekerjaan itu merupakan suatu kebaikan.

Pada hadits lain, Rasulullah SAW berpesan, ''Bersegeralah kamu sekalian melakukan amal-amal yang shalih, karena akan terjadi suatu bencana yang menyerupai malam yang gelap gulita. Di mana ada seseorang pada waktu pagi ia beriman, tetapi pada waktu sore ia kafir; pada waktu sore ia beriman, tetapi pada waktu pagi ia kafir; ia rela menukar agamanya dengan satu kesenangan dunia.'' (HR Muslim)

Ada beberapa alasan manusia dilarang menunda pekerjaan. Pertama, kita tidak dapat menjamin untuk hidup pada esok hari. Kedua, tidak ada jaminan esok kita masih diberi nikmat sehat, memiliki waktu luang seperti hari ini. Ketiga, menunda pekerjaan menyebabkan seseorang terbiasa melakukannya, sehingga kemudian menjadi suatu kebiasaan buruk yang sulit dihilangkan.

Waktu berjalan sesuai dengan sunatullah. Detik menjadi menit, menit menjadi jam, dan jam menjadi hari, begitu seterusnya. Siang dan malam datang silih berganti. Allah SWT berfirman, ''Dan Dialah yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.'' (QS 25:62)

Kita harus mempersiapkan diri dengan bekal yang dibutuhkan berdasarkan pemahaman yang benar akan tabiat dan karakter perjalanan hidup. Harapannya seperti orang asing yang sedang menempuh perjalanan panjang. Ketika ada persoalan atau kesulitan, maka kita akan mampu mengatasinya dengan baik. Bekal yang paling penting adalah bekal iman dan taqwa kepada Allah yang dapat menghimpun modal amal shalih sebanyak-banyaknya.

Nabi menganjurkan, kita harus hidup dengan zuhud di dunia ini. Artinya, jangan sampai tergantung dan terikat dengan dunia, karena tidak selamanya kita berada di dunia. Sebagaimana orang asing, hendaknya kita tidak terlalu disibukkan dengan urusan dunia hingga lupa akhirat. Sebagaimana pengembara yang tidak akan membawa beban berat agar tidak menyusahkan perjalanannya, kita pun hendaknya mengambil yang secukupnya saja dari kenikmatan-kenikmatan dunia. Sehingga, kita tidak akan berat untuk meninggalkan dunia dan isinya ketika Allah menetapkan ajal kita.

Nabi juga mengajarkan kepada kita untuk tidak terlalu panjang angan-angan. Tentunya angan-angan yang bersifat keduniaan. Kita harus sadar bahwa ajal yang misterius akan memutus panjangnya angan-angan kita. Pada hadits riwayat Bukhari, Anas ra berkata, ”Nabi membuat garis seraya bersabda, ’Ini manusia, ini angan-angannya, sedangkan ini ajalnya. Ketika dia sedang berada dalam angan-angan, tiba-tiba datanglah kepadanya garisnya yang paling dekat. Maksud dari ’garisnya yang paling dekat’ adalah ajal kematiannya.”

“Kalau datang waktu sore, jangan menanti waktu pagi. Kalau tiba waktu pagi, jangan menanti waktu sore. Gunakan sebaik-baiknya waktu sehatmu untuk waktu sakitmu dan masa hidupmu untuk waktu matimu.” Ini adalah ungkapan yang penuh makna dari Ibnu Umar.

Sungguh waktu dan usia kehidupan dunia sangatlah pendek. Oleh karena itu, Ibnu Umar menasihati kita agar bersegera dalam beramal dan tidak suka menunda-nunda hingga tanpa sadar ajal tiba-tiba menjemput kita.

Jika ajal sudah menjemput, sementara kita belum sempat beramal kebajikan karena selalu menunda-nundanya di dunia, maka kita akan menyesal tanpa guna di akhirat. Kita akan merengek-rengek kepada Allah agar dikembalikan ke dunia lagi supaya bisa beramal. Padahal, ketika itu mustahil seseorang akan dikembalikan lagi ke dunia.

Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan setiap detik dalam kehidupan di dunia dengan amal-amal kebaikan. Kita harus bersemangat untuk beramal sebanyak-banyaknya di dunia. Buanglah sifat-sifat jelek dalam diri kita seperti malas, hura-hura, suka kemaksiatan, dan hal-hal lain yang tidak produktif serta tidak memberi nilai kemanfaatan apa pun untuk masa depan kehidupan kita.

Rasulullah SAW bersabda, ”Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah jika ia mampu meninggalkan hal-hal yang tidak memberi manfaat kepadanya.” (HR Tirmidzi)

Seorang muslim ideal adalah yang sikap hidupnya berorientasi pada nilai produktivitas dan efektivitas. Dia bukan tipe orang yang malas bekerja, suka berhura-hura, suka berfoya-foya, begadang semalaman tanpa tujuan, kongkow-kongkow di pinggir jalan, bersenang-senang menghabiskan uang, berbuat sesukanya tanpa larangan, dan seterusnya.

Kita harus memanfaatkan setiap kesempatan dalam hidup untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya. Kesempatan adalah sesuatu yang tidak selamanya ada. Seseorang tidak akan selalu dalam keadaan sehat maupun lapang, gembira, dan meraih kesuksesan. Bahkan, seringkali kita mengalami kegundahan, kegagalan, kekurangan, dan hal-hal lain yang tidak diharapkan. Itulah gambaran kehidupan dunia.

Selanjutnya tinggal bagaimana sikap kita. Pada saat sehat segeralah melaksanakan hak dan kewajiban. Beribadah, berkarya dan bekerja sebaik mungkin, berpikir dan berbuat untuk kebaikan diri dan orang lain. Kita juga harus menjaga kesehatan dengan mengonsumsi makanan yang baik, berolah raga, dan cara-cara lain yang makruf. Hal ini dilakukan agar Allah memberikan kesehatan yang langgeng kepada kita, sehingga kita bisa beramal lebih banyak.

Setiap waktu memiliki tuntutan dan haknya masing-masing. Jika kita menunda suatu pekerjaan hingga nanti, kita akan mendapati di waktu selanjutnya pekerjaan akan bertumpuk : pekerjaan saat itu dan pekerjaan yang sudah kita tunda. Jika demikian, apakah kita masih mau menunda sebuah pekerjaan? (DK - Islam Pos dan berbagai sumber lain)